Suasana Keributan masih terdengar
disetiap kelas di SMA 96 Jakarta ini. Terlihat masih banyak siswa yang merasa
ini masih sangat pagi sementara waktu sudah menunjukkan pukul 07.15 Wib.
“Hai
Fatin! Tugas IPS mu udah selesai? Pinjam boleh?”, Seorang pemuda tengah
berbincang dengan seorang gadis manis berkerudung itu.
“Hah?Siapa
kau? Meminjam terus! Disini kau harus bermodalkan otak, bukan fotocopy!”,
Celoteh gadis yang dipanggil Fatin itu.
“Astaga
Fatin! Baru jadi juara dua saja sudah sombong begini! Hellow, bagaimana kalau kau
jadi nomer satu?”, Sambung seorang gadis lainnya yang sepertinya membela pemuda
yang bernama Mikha itu.
“Hey,
mengapa kau ikut campur?”, Protes Mikha justru pada gadis kedua.
“Mikha,
aku hanya membelamu!”, Rengek gadis itu manja.
“Tapi
aku tidak memintanya Seza sayang”, Respon Mikha dengan sedikit mencubiti hidung
gadis yang dipanggilnya Seza itu.
“Mikha,
itu sakit!”, Rengek Seza lagi sambil memegang hidung bekas cubitan Mikha.
“Haha
maaf Seza, aku hanya sedikit gemas padamu”, Ucap Mikha lagi.
“Iya
deh. Apa sih yang tidak buat Mikha?”,
“Sudah
selesai mesra-mesraannya? Minggir! Aku mau lewat!”, Tiba-tiba Fatin angkat
bicara dan berjalan dengan menabrakan sedikit bahunya di badan Seza.
“Aw!
Fatin!”, Pekik Seza keras.
“Oh,
maaf! Aku tidak sengaja Seza sayang!”, Ucap Fatin sok manis dengan menekan nada
suaranya di kata “sayang”. Dia pun keluar kelas dengan langkah yang sedikit di
tarik.
“Mikha,
lihat dia!”, Ucap Seza lagi pada Mikha.
“Ugh!
Dia memang keterlaluan! Oh ya Seza, aku lupa harus menghadap kepala sekolah!”,
Ucap Mikha dengan ekspressi was-was.
“Hah?
Mengapa? Kau melanggar peraturan?”, Tanya Seza yang ternyata ikut prihatin.
“Ng,
Iya! Kemarin aku mencukur sedikit kumisnya! Aku pergi dulu!”, Pengakuan Mikha
membuat Seza berfikir keras. Mencukur kumis kepala sekolah?
Dengan
setengah berlari Mikha mencoba mencari sesuatu. Sepertinya dia tak
sungguh-sungguh tentang kepala sekolah. Haha!
“Fatin!
Wait!”, Teriak Mikha ketika melihat Fatin tengah duduk sambil membaca sebuah
buku.
Fatin
melihat sebentar, tapi dia kembali pada buku bacaannya.
“Hai,
bagaimana? Boleh aku meminjam bukumu?”, Ucap Mikha sambil duduk di samping
Fatin. Tapi masih saja tidak ada jawaban dari Fatin.
“Fatin,
kau tidak mendengarku?Fatin..”, Ucap Mikha lagi,kali ini dengan menarik buku
dari tangan Fatin yang membuat dia merasa tak dipedulikan.
“Mikha! Kembalikan bukuku!”, Pekik Fatin kesal.
“Mikha! Kembalikan bukuku!”, Pekik Fatin kesal.
“No!
Sebelum kau mengatakan ya!”, Ucap Mikha memulai kesepakatan.
“Iya
untuk apa? Kembalikan!”, Tanya Fatin sambil terus merebut bukunya dari tangan
Mikha.
“Iya
bahwa kau memperbolehkanku meminjam buku IPS mu!”, Jawab Mikha yang juga sedang
berusaha agar buku itu tidak jatuh di tangan Fatin.
“Tidak!
Pinjam saja pada Seza!”, Ucap Fatin yang
semakin kesal dengan ulah Mikha itu.
“Astaga!
Aku tidak sebodoh itu Fatin! Kau fikir aku akan percaya diri menyerahkan buku
yang didalamnya berisi jawaban dari Seza? Bahkan setan disampingku pun
mengutukku!”, Protes Mikha sambil terus mengangkat buku itu diatas kepala
dengan setinggi tangannya. Lihat saja Fatin mulai meloncat meraihnya.
“Itu
urusanmu! Mikha, sebentar lagi ujian IPA aku harus membaca sekarang!”, Rengek Fatin yang sudah mulai kelelahan. Dia
pun duduk kembali.
“Itu
juga urusanmu!”, Ucap Mikha juga sambil berjalan meninggalkan Fatin.
“Mikha!
Okay, kau boleh meminjamnya!”, Ucapan Fatin menghentikan langkah Mikha.
“Benarkah?”,
Tanya Mikha yang langsung berjalan kembali menuju Fatin.
“Ya!
Kembalikan dulu bukuku!”, Jawab Fatin sambil menarik bukunya dari tangan Mikha
dan itu berhasil karena Mikha sudah membiarkan Fatin mengambil bukunya.
“Kalau
begitu dimana bukunya?”, Tanya Mikha lagi dengan ekspresi senang.
“Hm,
ambil saja di meja bu Sita! Aku sudah menyerahkan padanya! Haha!”, Kali ini
Fatin merasa menang. Dia berlari cepat menghidari Mikha yang sedikit kesal
dengan jawaban itu.
“Astaga!
Mengapa aku bisa tertipu sama gadis kecil itu? Fatin!”,
“Seza,
boleh aku pinjam buku IPS mu?”, Tinggal itu satu-satunya harapan agar tidak dihukum!
Haha!
Sementara
itu..
“Yudha!”,
Sebuah teriakan yang menghentikan lari Fatin. Dia melihat arah suara itu,
disana terlihat pemuda manis tengah berdiri menatapnya.
“Kau
masih mengingat nama itu? Haha!Aku fikir kau lupa!”, Ucap pemuda itu sedikit menyindir
dengan nada dingin.
“Kata
siapa? Aku bahkan sudah lupa!”, Ucap Fatin tak kalah dingin. Dia kembali
berjalan meninggalkan pemuda itu, tapi lagi-lagi pemuda itu menghentikan
langkah Fatin dengan menarik tangannya.
“Yudha!
Aku sudah bilang, kita sudah selesai! Dan kau tahu, aku menyesali ini harus
terjadi! Sekarang lepaskan aku, aku ingin masuk kelas!”, Fatin mencoba
melepaskan genggaman tangan yang semakin keras itu.
“Tidak!
Sebelum kau jelaskan apa sebenarnya hubunganmu dengan Ryan?”, Tanya Pemuda yang
ternyata bernama Yudha itu.
“Harus
berapa kali kau mempertanyakan ini? Aku sudah bilang, aku dan Ryan hanya
sebatas teman! Apa itu salah?”, Jawab
Fatin pasrah dengan genggaman itu.
“Teman? Kau pergi dengannya di restoran itu berdua? Apa itu namanya teman?”,
“Teman? Kau pergi dengannya di restoran itu berdua? Apa itu namanya teman?”,
“Kau
benar! Itu tidak wajar untuk sekedar teman! Dan aku akui, rasaku pada Fatin itu
bukan sekedar teman, lebih Yudha! Lebih dari rasamu padanya!”, Tiba-tiba Ryan
datang dengan ucapan yang sangat mengejutkan Fatin. Bugh!
“Sudah
ku duga! Kau memang berniat merebut Fatin dariku!”, Sebuah tinju melayang di
wajah Ryan.
“Yudha!”,
Pekik Fatin menghentikan perlakuan Yudha pada Ryan.
“Lalu
apa kau fikir aku takut?”, Ternyata Ryan juga membalas Yudha dengan satu tinju
keras tepat diperut Yudha.
“Ryan!
Astaga, aku mohon jangan seperti ini! Kita bisa terkena sanksi. Yudha,
please!”, Bahkan seorang Fatin pun tidak bisa menghentikan perkelahian itu.
Terlebih dengan banyaknya siswa yang juga ikut memanaskan suasana pagi itu.
“Yudha!Ryan,
Fatin!”, Dan akhirnya berhenti ketika terdengar sebuah teriakan keras dari
ruang guru.
“Bu
Sita?”, Pekik Fatin melihat guru yang killer itu memanggil mereka.
“Keruang
saya sekarang!”, Ucap guru itu tegas.
“Fatin,
mengapa kau bisa dipanggil diruang kepala sekolah?Hey, aku tak yakin kau
melakukan kesalahan!”, Pertanyaan bertubi-tubi datang dari Mikha ketika Fatin
baru saja memasuki kelas setelah menghadap guru tentunya.
“Entahlah!
Aku lelah dengan ini!”, Hanya itu yang keluar dari mulut Fatin. Dia kemudian
menenggelamkan kepalanya diatas meja belajarnya dan terlihat bahunya yang
sedikit bergerak tak karuan. Sepertinya dia sedang menangis. Mikha tak banyak
bicara kali ini. Dia hanya diam dibangkunya dimana persis di depan meja Fatin.
“Kau
mendapat surat teguran dari sekolah hanya karena dua orang lelaki
meperebutkanmu? Fatin! Kau masih kecil tapi sudah pandai tentang cinta! Apa
yang kalian tahu tentang cinta? Itu hanya omong kosong!”, Ibu Fatin yang biasa
dipanggil Ny. Sidqi itu sangat marah dengan adanya surat yang tidak pernah diterimanya
sebelumnya. Sedangkan Fatin hanya diam menyesali semua yang terjadi padanya
hari ini.
“Mulai
hari ini kau tidak boleh memakai handphone dan kesekolah tidak dengan mobil!
Semua fasilitas akan bunda tarik!Biar kau tahu bagaimana rasanya bekerja keras
dan tidak akan lagi menyia-nyiakan kesempatan yang pernah ada”, Ny. Sidqi pun
pergi kedalam kamarnya dengan wajah yang ditekuk karena marah.
“Bunda..
aku menyesal! Jangan begini, please!”, Fatin menangis saat tahu tak ada jawaban
dari ibunya itu. Dengan langkah diseret, Fatin pun menuju kamarnya dan menangis
keras disana.
“Kau dan Ryan di skorsing? Gila! Kau terlalu
ceroboh Yudha!”, Ucap Mikha terkejut saat Yudha menceritakan semuanya saat
mereka tengah berada dirumah Mikha.
“Aku
menyesal! Tapi sudah terlambat!”, Ucap Yudha pelan.
“Lalu
berapa lama kau dan Ryan di skorsing?”, Tanya Mikha.
“Dua
minggu! Oh ya Mik, boleh aku menginap dirumahmu selama 2 minggu itu? Aku tak
ingin orangtuaku tahu masalah ini!”, Ucap Yudha lagi.
“Tentu
saja boleh! Lalu bagaimana dengan Fatin? Aku melihatnya menangis setelah kalian
menghadap Bu Sita!”, Tanya Mikha lagi.
“Dia
hanya mendapat surat teguran dari sekolah”, Jawab Yudha sendu.
“Oh,
tidak terlalu buruk!”, Ucap Mikha enteng.
“Kau
salah mik! Fatin pasti sangat sedih meski hanya mendapat surat teguran itu!
Bayangkan saja, saat nilainya 7 dia menangisinya didepanku! Haha, itu gila
bukan?”, Ucap Yudha yang ternyata sangat mengetahui siapa Fatin dan terlihat
ada rasa rindu yang teramat dalam diri sahabatnya itu.
“Kau
benar-benar mencintainya?”, Tanya Mikha kembali.
“Lebih
dari yang kau tahu!”, Disini mereka terlihat sebagai pemuda yang sudah jauh
dewasa dari umur mereka.
Fatin berlari cepat menyusuri koridor
sekolah berharap sampai dikelas duluan sebelum guru. Untungnya hari itu masih
sepi, mungkin karena sedikit gerimis.
“Fatin,
tumben kau terlambat! Ini minumlah !”, Mikha menyambutnya dengan memberikan air
mineral yang tadi dibelinya di kantin. Fatin pun meminumnnya dengan sedikit
ngos-ngosan karena kelelahan.
“Makasih
Mik,Hh.. aku kesekolah naik angkot!”, Jawaban Fatin membut Mikha sedikit
terkejut.
“Hah?
Mengapa? Mobil keluargamu rusak ditengah jalan kah?”, Tebak Mikha.
“Tidak!
Bahkan masih sangat bagus! Tapi bundaku tak mengizinkan karena masalah itu”,
Jelas Fatin kemudian.
“Tega
sekali ibumu!”, Ucap Mikha pelan.
“Jangan
begitu Mikha! Ini sudah resiko yang harus ku jalani! Kata bundaku, ini juga
sebagai pembelajaran agar aku tidak pernah menyi-nyiakan waktu belajarku demi
hal-hal yang tidak terlalu penting!”, Jelas Fatin lagi.
“Ya..ya..
Fatin sang anak bunda! Oh ya, mengapa kau tak pulang denganku saja? Aku bawa
motor sendiri! Ya.. itu pun kalau kau tak keberatan!”, Usul Mikha yang disambut
senyum girang dari Fatin.
“Benarkah?
Tentu saja aku mau!”, Jawab Fatin antusias.
“Tapi
kau tidak keberatan kan?”, Tanya Mikha kemudian.
“Harus
berapa kali aku bilang, aku tidak keberatan dan malah senang!”, Jawab Fatin.
“Bukan
itu, maksudku apa kau tidak berat? Berapa kilo mu?haha!”, Masih
sempat-sempatnya Mikha bercanda disaat-saat seperti ini.
“Mikha!”,
Suasana malam itu sedikit berbeda di
sebuauh kamar mungil Fatin. Gadis manis itu tengah menatap keluar jendela
kamarnya. Seperti merindukan sesuatu yang lama hilang di hidupnya. Sosok yang
dulu sering membuatnya tertawa, menemaninya saat tengah menghadapi masalah,
yang mendengarkan semua ceritanya. Yudha! Pemuda itu yang kini pergi dari
hidupnya. Bukan, Fatin sendiri yang membiarkan dia pergi! Entah karena Ryan,
pemuda yang selama ini hanya dianggapnya teman tapi telah menyisahkan salah
faham diantara keduanya.
“ Inilah akhirnya harus
ku akhiri sebelum cintamu semakin dalam...”,
Sebuah
nada mengisyaratkan ada panggilan dari handphone milik Fatin. Fatin mencoba
mencari benda pribadinya itu. Harusnya sudah ditangan Ny. Sidqhi, bukankah dia
menarik semua fasilitas Fatin semenjak kejadian kemarin? Mengapa sepertinya
masih ada diruangan ini?
Pencarian
Fatin berhenti ketika melihat sosok pria dengan tubuh besar yang kini berdiri
di depan pintu kamarnya dengan menggenggam handphone itu ditangannya.
“Ayah?”,
Pekik Fatin yang langsung berlarian menghampiri sosok yang sudah lama tak
lihatnya itu. Memang sejak kedua orangtuanya itu memutuskan berpisah,mereka sudah
tidak serumah dengan pria penyayang itu meski hubungan keduanya masih sangat
terjaga baik.
“Ayah,kapan
ayah datang?”, Tanya Fatin yang tak berhenti mengembangkan senyumannya itu.
“Baru
saja, ayah lihat tak biasanya kau termenung sendiri tanpa benda kesayanganmu
ini. Dan tebakan ayah benar, bunda mengambilnya bukan?”, Jawab Mr. Shidqhi.
“Iyah
ayah, tapi itu salahku! Aku kena surat teguran dari sekolah!”, Ucap Fatin yang
tak ingin menyalahkan siapapun.
“Tapi
sayang, kau wajar mengalami itu. Kau anakku, Bukan sesosok malaikat yang tidak
pernah melakukan kesalahan..”, Ucap Mr. Sidqhi lembut. Fatin menunduk menyesali
semua yang terjadi, harusnya dia tak mengecewakan ibunya itu meski dia tak
selembut pria didepannya ini.
“Maaf..”,
Hanya itu yang terucap dari mulut kecil Fatin.
“Kau
tak ingin memelukku?”, Tanya Mr. Sidqhi sementara Fatin mengangguk pelan dan
memeluk erat ayahnya itu.
“Oh
iya, Lihat nama ini terus memanggilmu! Kasihan dia karena tak ada jawaban”,
Ucap Mr. Sidqhi sambil memberikan handphone tadi pada Fatin. Fatin sedikit
melirik kearah handphonenya, Mikha?
“Jangan memandang terus! Jawab!”, Ucap
Mr. Sidqhi menghentikan kekakuan Fatin.
“Ng,
iya ayah”, Fatin meraih handphone itu dengan sedikit ragu. Terlihat Mr. Sidqhi
mulai melangkah menjauhi Fatin. Sementara Fatin berjalan kembali ke ranjangnya
dan menjawab panggilan Mikha.
“Halo”,
“Fatin
kemana saja kau? Mengapa kau tak menggangkat telfonku?”, Mikha ternyata sudah
siap dengan semprotannya.
“Maaf,
tapi aku kan sudah cerita tentang bundaku”, Protes Fatin.
“Yaya,
bagaimana jika malam ini kita keluar? Hitung-hitung menghilangkan suntukmu”,
Usul Mikha kemudian.
“Keluar?Kemana?”,
Fatin sedikit menggerakkan kepalanya menyusuri pintu kamarnya merasa sepertinya
ada yang sedang mencuri dengar. Tapi dia kembali lagi dengan telfonnya.
“Kita
makan-makan! Sudah lama kita tak jalan bukan?”, Ucap Mikha lagi.
“Tapi aku tidak yakin akan diizinkan”,
Ucap Fatin pelan.
“Aku akan kerumahmu!”, Ucap Mikha
seenaknya yang membuat jantung Fatin serasa mau copot mendengarnya.
“Tapi Mikha,Halo!”, Tut..tut..tut. Mikha
sudah memutuskan sambungan telfonnya.
“Astaga, anak ini cari masalah lagi”,
Pekik Fatin kesal. Tak lama terdengar bunyi motor diluar rumah Fatin. Fatin
berlari mengintip dari jendela kamarnya.
“Mikha? Sejak kapan dia di depan
itu?God!”, Fatin berlari cepat menuruni anak tangga rumahnya dan segera menuju
Mikha sebelum ada keluarganya yang melihat.
“Mikha, mengapa kau nekad sekali? Aku
belum setuju dengan tindakan konyolmu ini!”, Ucap Fatin dengan sedikit mengatur
nafasnya.
“Tapi sekarang kau setuju kan? Mana
bundamu? Aku akan minta izin padanya!”, Ucap Mikha semakin nekad.
“Mikha! Please, jangan cari masalah
lagi! Aku mohon kau pergi sekarang, kita bicara di sekolah besok!”, Pinta Fatin
memelas.
“Aku bukan pengecut! Sudah, aku takkan
takut!”, Mikha langsung berjalan menuju pintu rumah Fatin tanpa peduli dengan perasaan
takut Fatin. Tapi tiba-tiba langkahnya terhenti melihat sosok pria berjalan
menuju arahnya.
“Siapa itu?”, Bisik Mikha pada Fatin
yang berada dibelakangnya. Terselip sedikit takut di Mikha, harusnya dia akan
menghadapi wanita paruh baya, bukan lelaki besar seperti ini.
“Itu ayahku!”, Ucap Fatin yang juga
berbisik. Terlihat mereka berdua asik dengan perasaan takutnya masing-masing.
“Kau mengajak Fatin pergi?”, Suara berat
Mr. Sidqhi mengentikan semuanya.
“Ng,tidak ayah! Dia hanya bercanda!”,
Jawab Fatin dahulu.
“Ayah
tak bertanya padamu Fatin, tapi padanya!”, Ucap Mr. Sidqhi dingin yang membuat
perasaan Mikha semakin tak karuan.
“Ng,
ya om! Aku ingin mengajak Fatin”,
“Mikha..”,
Ucap Fatin sangat kesal dengan jawaban itu. Dibalik ketakutannya Mikha masih
menjunjung harga dirinya sebagai lelaki yang katanya tak pengecut.
“Sudah
ku bilang, I am not sneak!”, Jawab Mikha tegas. Sesaat Mr. Sidqhi memperhatikan
tingkah keduanya. Kemudian terselip sebuah senyuman kecil di sudut bibirnya.
“Lalu, mengapa kalian tak pergi juga?”,
Sebuah penyataan yang mengejutkan dari Mr. Sidqhi.
“Ayah..”, Ucap Fatin bahagia. Dia sudah
tahu kebiasaan ayahnya yang takkan
membuat orang yang disayangnya kecewa karenanya. Dan Mikha lah yang paling
terkejut dengan ini.
“Sudah pergi sana! Aku akan bicara
dengan bundamu. Oh ya, Kau sudah mandi?”, Ucapan Mr. Sidqhi kini lebih bersahabat
dan bahkan menggoda gadisnya itu.
“Ayaah..”, Ucap Fatin manja.
“Haha, sudah! Jangan manja terus, ayahmu ini bosan
mendengar suara tipismu itu! Pergi sana, tapi jangan pulang terlalu malam!”,
Nasehat Mr. Sidqhi kemudian. Fatin hanya mengangguk pelan dan segera naik di
motor milik Mikha. Mereka pun melaju
pelan meninggalkan Mr. Sidqhi yang masih memandangi mereka.
“Hey Fatin, aku tak menyangka ayahmu
lebih baik dari parasnya”, Ucap Mikha memulai pembicaraan di atas motornya itu.
“Bahkan lebih baik dari yang kau kira”,
Jawab Fatin singkat.
“Kau bahagia?”, Tanya Mikha.
“Aku bahagia dengan semua yang kumiliki
Mikha”, Jawab Fatin lagi.
“Apa
termasuk aku?”, Tanya Mikha lagi. Tapi kali ini tak dapat respon serius
dari Fatin.
“Mikha! Kau ini selalu membuatku salah
tingkah!Please, jangan begini terus! Aku lama-lama bisa jatuh cinta padamu!
Haha..”,
“Haha, itu yang kuharapkan!”, Jawab
Mikha tak kalah usil.
“Mikha!”,
“Haha! Hey, bukankah kita tak boleh
membahas ini? Nanti bundamu mendengarnya!”, Ucap Mikha lagi.
“Haha, kau benar Mikha!”,
“Haha..”,
“Oh ya Fatin, sebenarnya aku mengajakmu
karena Yudha ingin bicara denganmu”, Ucapan Mikha menghentikan tawa Fatin.
“Kau mengajakku karena Yudha?”, Tanya
Fatin pelan. Dia tak percaya ini, tawanya kini harus terkikis karena masalah
yang sama lagi.
“Maaf Fatin, aku tak mengatakan dari
awal karena aku takut kau takkan ikut”, Ucap Mikha menyesal.
“Jadi kau fikir aku akan ikut
sekarang?”, Tanya Fatin lagi. Mikha terdiam dan menghentikan laju motornya.
Fatin langsung turun dan berjalan cepat meninggalkan Mikha.
“Fatin, kau mau kemana?”, Mikha mengejar
Fatin dan menghentikannya.
“Antar aku pulang sekarang, atau aku
akan jalan kaki sendiri!”, Ancam Fatin tanpa menatap Mikha.
“Ya sudah, pulang saja sendiri! Aku tak
yakin kau berani!”, Ucap Mikha tak gentar dengan ucapan Fatin.
“Kau fikir aku takut?”, Fatin kembali berjalan cepat meninggalkan
Mikha yang pura-pura tak peduli dengannya.
5 menit berlalu, Mikha yang tadinya
berharap Fatin akan kembali ketempatnya berdiri sekarang kini dia mulai
khawatir dengan gadis kecil itu.
“Astaga! Dasar keras kepala!”, Pekik
Mikha yang langsung menancap gas motornya dan mengejar Fatin.
“Dimana dia? Tidak mungkin sampai
dirumah secepat itu!”, Fikir Mikha. Dia terus mencari sosok Fatin di jalanan
sepi itu.
“Aku tak harusnya meninggalkannya!”,
Kekhawatiran Mikha berhenti ketika sebuah mobil melintasi jalan tempat dia
berada. Sepertinya dia kenal dengan dua sosok yang tengah berada didalam mobil
itu. Benar saja, itu Fatin dan Yudha! Ternyata Yudha yang mengantarnya. Mikha
menarik nafasnya panjang. Dia pun kembali melaju menuju rumahnya.
“Kau pulang dengan siapa?”, Pertanyaan
Mr. Sidqhi menghentikan langkah Fatin ketika baru saja sampai dirumah.
“Mikha ayah.”, Jawab Fatin pelan.
“Hm, baiklah! Istirahat yang nyenyak,
ayah pulang dulu! Besok ayah akan menjemputmu pulang sekolah. Selamat malam
sayang!”, Sementara Fatin hanya mengangguk pelan. Terselip rasa bersalah karena
telah menutupi semuanya dari orang yang selalu mengertinya.
Pagi
ini Ny. Sidqhi tak cerewet seperti biasanya. Dia hanya menggerakkan seluruh
jari-jari bersihnya menyiapkan sarapan pagi itu. Fatin merasa ini
ganjil,mungkinkah dia marah karena Fatin pergi dengan hanya meminta persetujuan
ayahnya saja? Tapi biasanya Ny. Sidqhi akan mengomelinya sepanjang pagi jika
dia memang marah pada Fatin. Lalu mengapa?
“Bunda, apa aku ada salah?”, Tanya Fatin
ragu.
“Kau tak usah menyanyakan itu, tiap hari
kau melakukan kesalahan bukan?”, Inilah alasan mengapa Fatin ragu, dia selalu
mendapat jawaban seperti ini.
Fatin berjalan menyusuri koridor sekolah
dengan lemas.
“Fatin!”, Seseorang memanggilnya. Tanpa
melihat arah suara itu, Fatin berjalan cepat menghindari seseorang itu yang
pasti mengejarnya. Tapi tunggu! Fatin berbalik dan tidak ada yang mengejarnya.
Disana hanya ada beberapa siswa yang tengah berjalan menuju kelas
masing-masing.
“Dimana Mikha?”, Ternyata Fatin
mengetahui itu Mikha,orang yang kemarin meninggalkannya sendiri ditengah jalan
itu.
“Astaga,mengapa aku malah mencarinya?”,
Fatin menyadari tingkah bodohnya itu. Dia kembali berjalan menuju kelasnya.
“Duaarr!”, Tenyata Mikha sudah berada
didepannya.
“Astaghfirullah!! Mikha!!”, Pekik Fatin
keras.
“Haha, kau cari siapa? Apa itu aku?”,
Tanya Mikha usil tanpa merasa bersalah sedikit pun.
“Untuk apa aku mencarimu? Kau sangat menyebalkan! Kau
membiarkanku pergi sendiri malam tadi? Pemuda macam apa kau?”, Ucap Fatin
jengkel. Dia kembali melangkah meninggalkan Mikha.
“Hey hey, jaga ucapanmu! Aku tak
membiarkanmu, tapi kau yang memutuskan pergi sendiri!”, Protes Mikha tak ingin
disalahkan.
“Tapi harusnya kau menghentikanku!”,
Ucap Fatin dengan percaya dirinya. Dia menghentikan langkahnya sejenak.
“Enak saja, kau fikir aku pacarmu?”,
Ucap Mikha juga.
“Mikha! Kau menyebalkan!”, Ucap Fatin
semakin kesal.
“Ya, itu memang aku! Oh ya, kau pulang dengan Yudha bukan? Dimana
kau bertemu dengannya?”, Tanya Mikha kemudian. Masih tanpa merasa bersalah.
“Apa urusanmu? Kau bukan pacarku kan?”,
Ucapan Fatin mampu membuat Mikha mati kutu. Benar saja, senjata makan tuan ini
namanya. Haha!
“Ya sudah kalau begitu,aku tak butuh
jawabanmu! Kau bukan..”, Ucapan Mikha terhenti ketika handphonenya berbunyi.
“Ada apa Yud?”, Ternyata itu panggilan
dari Yudha. Sementara Fatin menghentikan langkahnya mendengar nama itu disebut.
“Hm, baiklah! Kebetulan dia sedang
disini. Fatin, Yudha ingin bicara denganmu!”, Ucap Mikha sambil menyodorkan
handphonenya pada Fatin.
“Jawab dia kali ini saja! Ini
penting..”, Kali ini Mikha mulai serius. Terlihat dari wajahnya yang tanpa
ekspresi. Fatin menerima handphone itu dengan sedikit ragu.
“Halo..”, Ucap Fatin pelan. Sementara
Mikha berjalan pelan meninggalkan Fatin yang mulai berbicara serius dengan
Yudha. Tapi siapa sangka ternyata Mikha merasa ada yang aneh dengan tubuhnya,
rasanya seluruh energi ditubuhnya terserap begitu saja secepat itu! Ketika
sudah sampai kelas dia langsung duduk untuk menetralkan keanehan di tubuhnya
itu. Beberapa kali melirik pintu kelas, berharap Fatin menyelesaikan
pembicaraannya dengan Yudha dan terlihat masuk melalui pintu itu. Kemudian
Mikha akan mengganggunya lagi, membuatnya tertawa, kesal, marah, manja..
“Mikha, are you okay?”, Tiba-tiba Seza
muncul didepan Mikha.
“Jangan kesini Seza! Aku sedang sakit
cacar, nanti kau ketularan!”, Mendengar ucapan itu langsung saja Seza pergi
meninggalkan Mikha yang sebenarnya hanya berbohong untuk mengusir Seza yang
datang selalu disaat yang tidak tepat, terumata saat ini!
“Ini, terimakasih!”, Terlihat Fatin
menyodorkan handphone tadi pada Mikha.
“Sama-sama!”, Jawab Mikha singkat. Fatin
langsung menuju kursinya sementara Mikha mulai memasang earphone ditelinganya.
“Kau tak ingin tahu apa yang dikatakan
Yudha padaku?”, Tanya Fatin kemudian.
“Itu urusan kalian, aku tidak berhak
tahu!”, Jawab Mikha singkat dan terkesan dingin. Fatin hanya menarik nafasnya
pelan.
Tak ada percakapan lagi diantara
keduanya, mereka sibuk dengan fikiran masing-masing.
“Singkirkan semua tas dan catatan, kita
ujian sekarang!”, Perintah Bu Sita yang baru masuk ke kelas sontak saja membuat
seluruh kelas gaduh karena belum siap dengan ujian tiba-tiba itu.
“Astaga, aku belum belajar! Bagaimana
ini?”,
“Bu Sita terlalu perfeksionis untuk hal
ini, kita tida bisa merayunya!”,
“Mengapa tidak ada pemberitahuan dulu?”,
Sekilas begitulah keluhan siswa-siswi itu.
Setelah semua buku telah terkumpul di depan
kelas, Bu Sita mulai membagikan lembaran terkutuk itu hingga ujian pun mulai
dengan tegang dan sepertinya para siswa itu mulai berkeringat dingin
mengerjakan soal-soal yang tentunya tak mudah. Sepertinya Fatin juga tak
berkonsentrasi dengan lembaran itu,bukan karena tidak tahu tapi dia malah sibuk
memperhatikan Mikha didepannya yang terlihat berbeda dari biasanya. Mikha
biasanya selalu kasak kusuk meminta jawaban dari Fatin setiap ujian seperti ini,
kali ini dia hanya diam. Entah karena dia tahu bahwa hari itu memang ujian akan
diadakan atau dia sudah punya jawaban sendiri atau..
“Fatin! Apa yang kau fikirkan? Kau sudah
selesai?”, Teriakan Bu Sita menghentikan lamunan Fatin. Langsung saja Fatin menggeleng
cepat dan kembali mengerjakan soal-soal itu.
Fatin
keluar kelas dengan lemas. Dia melirik sekitar koriodor kelasnya, dia kemudian
tersenyum mendapati sosok yang dicarinya ternyata tengah duduk di bawah pohon
sendiri.
“Hai Mik!”, Sapanya lalu ikut duduk
disamping Mikha yang hanya tersenyum tipis dan menggeser sedikit duduknya
supaya Fatin mendapat tempat yang terhindar dari panasnya matahari saat itu,
tepatnya disebelah Mikha.
“Apa aku harus minta maaf?”, Tanya Fatin
kemudian. Mikha mengalihkan pandangannya pada Fatin seraya menggerutkan
keningnya.
“Untuk apa?”, Tanya Mikha kembali.
“Untuk apapun yang membuat kau terlihat
dingin hari ini padaku!”, Jawab Fatin.
“Jangan bercanda! Aku masih seperti
biasanya!”, Jawab Mikha sambil menenggelamkan kepalanya di batang pohon sambil
menutup mata.
“Lalu sejak kapan kau tidak bercanda?”,
Kali ini Fatin yang terlihat dingin sambil terus menatap Mikha yang menutup
matanya itu.
“Entahlah! Aku juga tidak tahu!”,
Lagi-lagi Mikha hanya menjawab sesukanya.
“Hai Mikhaaaa!”, Fatin langsung
membolakan matanya melihat Seza datang dan langsung duduk di tengah-tengahnya
dan Mikha, tepatnya segaja menggeser Fatin.
“Seza?”, Pekik Mikha tak kalah kaget.
“Iya sayang, tadi kau bilang kau sedang
sakit cacar. Mana? Biar aku lihat..”, Ucap Seza perhatian sambil meraba-raba
wajah Mikha. Sementara pemilik wajah itu terus menghindari perhatian yang tidak
dibutuhkannya itu.
“Seza! Mengapa kau selalu mengganggu
kami?”, Ucap Fatin kasar. Mungkin dialah yang paling muak dengan segala tingkah
Seza.
‘Kalian? Aku tak menganggumu! Aku hanya
peduli pada Mikha, lagi pula kau bukan pacarnya Mikha kan?mengapa kau protes?
Iya kan Mikha?”, Entah setan apa yang merasuki Mikha sehingga mengiyakan ucapan
Seza. Fatin merasa sakit hati disini.
“This have too!Hate you!Very hate!”,
Ucap Fatin kasar. Dia berlari kencang meninggalkan kedua makhluk yang
membuatnya menangis itu menuju kelas dan menenggelamkan kepalanya dimeja sambil
terus mengeluarkan cairan bening itu.
“Maafkan aku Fatin!”, Fatin menghentikan
isakannya ketika mendengar suara itu. Dia mengangkat kepalanya pelan dan
terlihat Mikha dan Seza tengah berdiri disana, benar saja itu permintaan maaf
dari Seza. Mungkinkah ini kenyataan? Seza meminta maaf padanya?
“Maafkan aku..”, Ucap Seza lagi sambil
mengulurkan tangannya tapi tak terlihat ketulusan disana. Sepertinya dia
disuruh seseorang yang siapa lagi jika bukan Mikha. Tapi Fatin menyambut uluran
tangan tak ikhlas itu. Setelah menyalami Fatin, Seza langsung keluar kelas
dengan sangat kesalnya.
“Dia sudah minta maaf, lalu mengapa kau
menangis? Benar kata ayahmu,kau memang sangat manja Fatin!”, Ucap Mikha
menggoda,nadanya sudah tak sedingin tadi. Mungkin Mikha sudah kembali seperti
Mikha yang Fatin kenal. Rasanya sehari tanpa sifat menyebalkannya itu justru
lebih sangat menyebalkan.
“Mikha.. Kau membuatku menangis hari
ini!”, Ucap Fatin sedikit manja.
“Cup..cup..maafkan aku kecil! Tadi aku
salah! Sini aku hapus airmatamu”, Ucap Mikha seperti sedang menghibur anak-anak
Tk yang tengah menangis.
“Tidak perlu, tanganmu kotor! Nanti
wajahku ikutan kotor juga”, Protes Fatin sok jual mahal.
“Dasar kau ini!”, Sesaat keduanya saling
menatap dan..
“Haha..”, Keduanya terlarut dalam tawa
bahagia. Memang keduanya sudah bersahabat sejak kelas 2 SMP sampai mereka
memutuskan untuk melanjutkan sekolah di SMA yang sama juga. Keyakinan yang
berbeda tak menjadi alasan untuk berhenti berbagi. Hingga saat ini mereka masih
seperti ini, saling memberi tawa,tangis, tanpa membayangkan apa yang akan
terjadi di masa depan mereka nanti. Mereka hanya berharap mereka akan terus
saling melengkapi hingga waktulah yang akan memisahkan mereka.
Suasana
bandara Soekarno Hatta pagi itu sangat ramai dengan orang-orang yang sibuk
mempersiapkan keberangkatan mereka. Tak terkecuali dengan Mikha yang
melanjutkan sekolahnya di Oxford Belanda. Seluruh keluarga dan sahabat ikut
serta mengantarnya.
“Ma..Pa, aku berangkat dulu”, Pamit
Mikha pada kedua orangtuanya. Suasana haru biru terjadi disana. Mikha memandang
satu- persatu orang-orang yang mengantarnya, sudut bibirnya mengembang ketika
melihat satu titik dimana seorang gadis kecil berjilbab sedang berusaha
menghapus airmata dipipinya.
“Mengapa kau menangis?”, Tanya Mikha menghampiri
Fatin.
“Aku tak menangis bodoh!”, Jawab Fatin
sambil terus menghapus airmatanya tanpa menatap wajah Mikha.
“Hari terakhir ini pun kau masih jual
mahal padaku? Come on Fatin!”, Ucap Mikha seperti memelas.
“Kalau begitu, aku akan memelukmu! Tapi
jangan tertawakan aku!”, Ucap Fatin lagi.
“Baiklah!
Aku takkan tertawa, mungkin aku hanya akan menutup hidungku, aku tahu kau belum
mandi bukan?”, Ucap Mikha mulai menggoda.
‘Mikha!”, Pekik Fatin kesal.
“Haha..”, Mikha menarik tubuh kecil
Fatin dan langsung memeluknya. Fatin juga membalas pelukan yang baru pertama
kali dalam persahabatan mereka itu.
“Berjanjilah kau akan segera pulang! Aku
pasti sangat merindukanmu”, Ucap Fatin.
“Tapi aku takkan merindukanmu!”, Goda
Mikha lagi.
“Mikha!!”, Fatin langsung melepaskan
pelukan itu dan mencubiti bahu pemuda itu.
“Haha, berjanjilah juga untuk kembali
pada Yudha! Jangan buat dia merindukanmu terus”, Pinta Mikha. Fatin terdiam
meresapi kata-kata Mikha itu.Tanpa terasa sebuah suara pemberitahuan bahwa
pesawat yang ditumpangi Mikha akan segera berangkat.
“Aku pergi kecil..”, Mikha berjalan
pelan menuju pintu menuju pesawatnya untuk memulai merangkai mimpi-mimpi
besarnya. Hanya senyum kecil yang terlihat dari wajah coolnya. Pelan tapi
pasti, dia adalah bagian hidupku sampai kapanpun.
“Aku janji Mik, aku akan mencoba kembali
pada Yudha! Aku janji..”,
Ada banyak cara
Tuhan menghadirkan cinta..
Mungkin engkau
adalah salah satunya..
Namun engkau
datang disaat yang tidak tepat..
Cintaku tlah
dimiliki..
Inilah akhirnya harus
ku akhiri..
Sebelum cintamu
semakin dalam..
Maafkan diriku
memilih setia..
Walaupun kutahu
cintamu lebih besar darinya..
Seribu kali
logikaku untuk menolak, tapi kutak bisa bohongi hati kecilku..
Bila saja diriku
ini masih sendiri..
Pastikan ku
memilih dan memilihmu..
Inilah akhirnya
harus ku akhiri..
Sebelum cintamu
semakin dalam..
Maafkan diriku
memilih setia..
Walaupun kutahu
cintamu lebih besar darinya..
Walaupun kutahu
cintamu lebih besar darinya.
-The End-
_ Rahmaa
“Love Dreams”