Selamat Datang!

Kamis, 25 Juli 2013

Bagian Hidupku (cast, Fatin Mikha)




Suasana Keributan masih terdengar disetiap kelas di SMA 96 Jakarta ini. Terlihat masih banyak siswa yang merasa ini masih sangat pagi sementara waktu sudah menunjukkan pukul 07.15 Wib.
“Hai Fatin! Tugas IPS mu udah selesai? Pinjam boleh?”, Seorang pemuda tengah berbincang dengan seorang gadis manis berkerudung itu.
“Hah?Siapa kau? Meminjam terus! Disini kau harus bermodalkan otak, bukan fotocopy!”, Celoteh gadis yang dipanggil Fatin itu.
“Astaga Fatin! Baru jadi juara dua saja sudah sombong begini! Hellow, bagaimana kalau kau jadi nomer satu?”, Sambung seorang gadis lainnya yang sepertinya membela pemuda yang bernama Mikha itu.
“Hey, mengapa kau ikut campur?”, Protes Mikha justru pada gadis kedua.
“Mikha, aku hanya membelamu!”, Rengek gadis itu manja.
“Tapi aku tidak memintanya Seza sayang”, Respon Mikha dengan sedikit mencubiti hidung gadis yang dipanggilnya Seza itu.
“Mikha, itu sakit!”, Rengek Seza lagi sambil memegang hidung bekas cubitan Mikha.
“Haha maaf Seza, aku hanya sedikit gemas padamu”, Ucap Mikha lagi.
“Iya deh. Apa sih yang tidak buat Mikha?”,
“Sudah selesai mesra-mesraannya? Minggir! Aku mau lewat!”, Tiba-tiba Fatin angkat bicara dan berjalan dengan menabrakan sedikit bahunya di badan Seza.
“Aw! Fatin!”, Pekik Seza keras.
“Oh, maaf! Aku tidak sengaja Seza sayang!”, Ucap Fatin sok manis dengan menekan nada suaranya di kata “sayang”. Dia pun keluar kelas dengan langkah yang sedikit di tarik.
“Mikha, lihat dia!”, Ucap Seza lagi pada Mikha.
“Ugh! Dia memang keterlaluan! Oh ya Seza, aku lupa harus menghadap kepala sekolah!”, Ucap Mikha dengan ekspressi was-was.
“Hah? Mengapa? Kau melanggar peraturan?”, Tanya Seza yang ternyata ikut prihatin.
“Ng, Iya! Kemarin aku mencukur sedikit kumisnya! Aku pergi dulu!”, Pengakuan Mikha membuat Seza berfikir keras. Mencukur kumis kepala sekolah?
Dengan setengah berlari Mikha mencoba mencari sesuatu. Sepertinya dia tak sungguh-sungguh tentang kepala sekolah. Haha!
“Fatin! Wait!”, Teriak Mikha ketika melihat Fatin tengah duduk sambil membaca sebuah buku.
Fatin melihat sebentar, tapi dia kembali pada buku bacaannya.
“Hai, bagaimana? Boleh aku meminjam bukumu?”, Ucap Mikha sambil duduk di samping Fatin. Tapi masih saja tidak ada jawaban dari Fatin.
“Fatin, kau tidak mendengarku?Fatin..”, Ucap Mikha lagi,kali ini dengan menarik buku dari tangan Fatin yang membuat dia merasa tak dipedulikan.
“Mikha! Kembalikan bukuku!”, Pekik Fatin kesal.
“No! Sebelum kau mengatakan ya!”, Ucap Mikha memulai kesepakatan.
“Iya untuk apa? Kembalikan!”, Tanya Fatin sambil terus merebut bukunya dari tangan Mikha.
“Iya bahwa kau memperbolehkanku meminjam buku IPS mu!”, Jawab Mikha yang juga sedang berusaha agar buku itu tidak jatuh di tangan Fatin.
“Tidak! Pinjam saja pada Seza!”,  Ucap Fatin yang semakin kesal dengan ulah Mikha itu.
“Astaga! Aku tidak sebodoh itu Fatin! Kau fikir aku akan percaya diri menyerahkan buku yang didalamnya berisi jawaban dari Seza? Bahkan setan disampingku pun mengutukku!”, Protes Mikha sambil terus mengangkat buku itu diatas kepala dengan setinggi tangannya. Lihat saja Fatin mulai meloncat meraihnya.
“Itu urusanmu! Mikha, sebentar lagi ujian IPA aku harus membaca sekarang!”,  Rengek Fatin yang sudah mulai kelelahan. Dia pun duduk kembali.
“Itu juga urusanmu!”, Ucap Mikha juga sambil berjalan meninggalkan Fatin.
“Mikha! Okay, kau boleh meminjamnya!”, Ucapan Fatin menghentikan langkah Mikha.
“Benarkah?”, Tanya Mikha yang langsung berjalan kembali menuju Fatin.
“Ya! Kembalikan dulu bukuku!”, Jawab Fatin sambil menarik bukunya dari tangan Mikha dan itu berhasil karena Mikha sudah membiarkan Fatin mengambil bukunya.
“Kalau begitu dimana bukunya?”, Tanya Mikha lagi dengan ekspresi senang.
“Hm, ambil saja di meja bu Sita! Aku sudah menyerahkan padanya! Haha!”, Kali ini Fatin merasa menang. Dia berlari cepat menghidari Mikha yang sedikit kesal dengan jawaban itu.
“Astaga! Mengapa aku bisa tertipu sama gadis kecil itu? Fatin!”,
“Seza, boleh aku pinjam buku IPS mu?”, Tinggal itu satu-satunya harapan agar tidak dihukum! Haha!
Sementara itu..
“Yudha!”, Sebuah teriakan yang menghentikan lari Fatin. Dia melihat arah suara itu, disana terlihat pemuda manis tengah berdiri menatapnya.
“Kau masih mengingat nama itu? Haha!Aku fikir kau lupa!”, Ucap pemuda itu sedikit menyindir dengan nada dingin.
“Kata siapa? Aku bahkan sudah lupa!”, Ucap Fatin tak kalah dingin. Dia kembali berjalan meninggalkan pemuda itu, tapi lagi-lagi pemuda itu menghentikan langkah Fatin dengan menarik tangannya.
“Yudha! Aku sudah bilang, kita sudah selesai! Dan kau tahu, aku menyesali ini harus terjadi! Sekarang lepaskan aku, aku ingin masuk kelas!”, Fatin mencoba melepaskan genggaman tangan yang semakin keras itu.
“Tidak! Sebelum kau jelaskan apa sebenarnya hubunganmu dengan Ryan?”, Tanya Pemuda yang ternyata bernama Yudha itu.
“Harus berapa kali kau mempertanyakan ini? Aku sudah bilang, aku dan Ryan hanya sebatas teman! Apa itu salah?”,  Jawab Fatin pasrah dengan genggaman itu.
“Teman? Kau pergi dengannya di restoran itu berdua? Apa itu namanya teman?”,
“Kau benar! Itu tidak wajar untuk sekedar teman! Dan aku akui, rasaku pada Fatin itu bukan sekedar teman, lebih Yudha! Lebih dari rasamu padanya!”, Tiba-tiba Ryan datang dengan ucapan yang sangat mengejutkan Fatin. Bugh!
“Sudah ku duga! Kau memang berniat merebut Fatin dariku!”, Sebuah tinju melayang di wajah Ryan.
“Yudha!”, Pekik Fatin menghentikan perlakuan Yudha pada Ryan.
“Lalu apa kau fikir aku takut?”, Ternyata Ryan juga membalas Yudha dengan satu tinju keras tepat diperut Yudha.
“Ryan! Astaga, aku mohon jangan seperti ini! Kita bisa terkena sanksi. Yudha, please!”, Bahkan seorang Fatin pun tidak bisa menghentikan perkelahian itu. Terlebih dengan banyaknya siswa yang juga ikut memanaskan suasana pagi itu.
“Yudha!Ryan, Fatin!”, Dan akhirnya berhenti ketika terdengar sebuah teriakan keras dari ruang guru.
“Bu Sita?”, Pekik Fatin melihat guru yang killer itu memanggil mereka.
“Keruang saya sekarang!”, Ucap guru itu tegas.

“Fatin, mengapa kau bisa dipanggil diruang kepala sekolah?Hey, aku tak yakin kau melakukan kesalahan!”, Pertanyaan bertubi-tubi datang dari Mikha ketika Fatin baru saja memasuki kelas setelah menghadap guru tentunya.
“Entahlah! Aku lelah dengan ini!”, Hanya itu yang keluar dari mulut Fatin. Dia kemudian menenggelamkan kepalanya diatas meja belajarnya dan terlihat bahunya yang sedikit bergerak tak karuan. Sepertinya dia sedang menangis. Mikha tak banyak bicara kali ini. Dia hanya diam dibangkunya dimana persis di depan meja Fatin.

“Kau mendapat surat teguran dari sekolah hanya karena dua orang lelaki meperebutkanmu? Fatin! Kau masih kecil tapi sudah pandai tentang cinta! Apa yang kalian tahu tentang cinta? Itu hanya omong kosong!”, Ibu Fatin yang biasa dipanggil Ny. Sidqi itu sangat marah dengan adanya surat yang tidak pernah diterimanya sebelumnya. Sedangkan Fatin hanya diam menyesali semua yang terjadi padanya hari ini.
“Mulai hari ini kau tidak boleh memakai handphone dan kesekolah tidak dengan mobil! Semua fasilitas akan bunda tarik!Biar kau tahu bagaimana rasanya bekerja keras dan tidak akan lagi menyia-nyiakan kesempatan yang pernah ada”, Ny. Sidqi pun pergi kedalam kamarnya dengan wajah yang ditekuk karena marah.
“Bunda.. aku menyesal! Jangan begini, please!”, Fatin menangis saat tahu tak ada jawaban dari ibunya itu. Dengan langkah diseret, Fatin pun menuju kamarnya dan menangis keras disana.
 “Kau dan Ryan di skorsing? Gila! Kau terlalu ceroboh Yudha!”, Ucap Mikha terkejut saat Yudha menceritakan semuanya saat mereka tengah berada dirumah Mikha.
“Aku menyesal! Tapi sudah terlambat!”, Ucap Yudha pelan.
“Lalu berapa lama kau dan Ryan di skorsing?”, Tanya Mikha.
“Dua minggu! Oh ya Mik, boleh aku menginap dirumahmu selama 2 minggu itu? Aku tak ingin orangtuaku tahu masalah ini!”, Ucap Yudha lagi.
“Tentu saja boleh! Lalu bagaimana dengan Fatin? Aku melihatnya menangis setelah kalian menghadap Bu Sita!”, Tanya Mikha lagi.
“Dia hanya mendapat surat teguran dari sekolah”, Jawab Yudha sendu.
“Oh, tidak terlalu buruk!”, Ucap Mikha enteng.
“Kau salah mik! Fatin pasti sangat sedih meski hanya mendapat surat teguran itu! Bayangkan saja, saat nilainya 7 dia menangisinya didepanku! Haha, itu gila bukan?”, Ucap Yudha yang ternyata sangat mengetahui siapa Fatin dan terlihat ada rasa rindu yang teramat dalam diri sahabatnya itu.
“Kau benar-benar mencintainya?”, Tanya Mikha kembali.
“Lebih dari yang kau tahu!”, Disini mereka terlihat sebagai pemuda yang sudah jauh dewasa dari umur mereka.


Fatin berlari cepat menyusuri koridor sekolah berharap sampai dikelas duluan sebelum guru. Untungnya hari itu masih sepi, mungkin karena sedikit gerimis.
“Fatin, tumben kau terlambat! Ini minumlah !”, Mikha menyambutnya dengan memberikan air mineral yang tadi dibelinya di kantin. Fatin pun meminumnnya dengan sedikit ngos-ngosan karena kelelahan.
“Makasih Mik,Hh.. aku kesekolah naik angkot!”, Jawaban Fatin membut Mikha sedikit terkejut.
“Hah? Mengapa? Mobil keluargamu rusak ditengah jalan kah?”, Tebak Mikha.
“Tidak! Bahkan masih sangat bagus! Tapi bundaku tak mengizinkan karena masalah itu”, Jelas Fatin kemudian.
“Tega sekali ibumu!”, Ucap Mikha pelan.
“Jangan begitu Mikha! Ini sudah resiko yang harus ku jalani! Kata bundaku, ini juga sebagai pembelajaran agar aku tidak pernah menyi-nyiakan waktu belajarku demi hal-hal yang tidak terlalu penting!”, Jelas Fatin lagi.
“Ya..ya.. Fatin sang anak bunda! Oh ya, mengapa kau tak pulang denganku saja? Aku bawa motor sendiri! Ya.. itu pun kalau kau tak keberatan!”, Usul Mikha yang disambut senyum girang dari Fatin.
“Benarkah? Tentu saja aku mau!”, Jawab Fatin antusias.
“Tapi kau tidak keberatan kan?”, Tanya Mikha kemudian.
“Harus berapa kali aku bilang, aku tidak keberatan dan malah senang!”, Jawab Fatin.
“Bukan itu, maksudku apa kau tidak berat? Berapa kilo mu?haha!”, Masih sempat-sempatnya Mikha bercanda disaat-saat seperti ini.
“Mikha!”,


Suasana malam itu sedikit berbeda di sebuauh kamar mungil Fatin. Gadis manis itu tengah menatap keluar jendela kamarnya. Seperti merindukan sesuatu yang lama hilang di hidupnya. Sosok yang dulu sering membuatnya tertawa, menemaninya saat tengah menghadapi masalah, yang mendengarkan semua ceritanya. Yudha! Pemuda itu yang kini pergi dari hidupnya. Bukan, Fatin sendiri yang membiarkan dia pergi! Entah karena Ryan, pemuda yang selama ini hanya dianggapnya teman tapi telah menyisahkan salah faham diantara keduanya. 
“ Inilah akhirnya harus ku akhiri sebelum cintamu semakin dalam...”,
Sebuah nada mengisyaratkan ada panggilan dari handphone milik Fatin. Fatin mencoba mencari benda pribadinya itu. Harusnya sudah ditangan Ny. Sidqhi, bukankah dia menarik semua fasilitas Fatin semenjak kejadian kemarin? Mengapa sepertinya masih ada diruangan ini?
Pencarian Fatin berhenti ketika melihat sosok pria dengan tubuh besar yang kini berdiri di depan pintu kamarnya dengan menggenggam handphone itu ditangannya.
“Ayah?”, Pekik Fatin yang langsung berlarian menghampiri sosok yang sudah lama tak lihatnya itu. Memang sejak kedua orangtuanya itu memutuskan berpisah,mereka sudah tidak serumah dengan pria penyayang itu meski hubungan keduanya masih sangat terjaga baik.
“Ayah,kapan ayah datang?”, Tanya Fatin yang tak berhenti mengembangkan senyumannya itu.
“Baru saja, ayah lihat tak biasanya kau termenung sendiri tanpa benda kesayanganmu ini. Dan tebakan ayah benar, bunda mengambilnya bukan?”, Jawab Mr. Shidqhi.
“Iyah ayah, tapi itu salahku! Aku kena surat teguran dari sekolah!”, Ucap Fatin yang tak ingin menyalahkan siapapun.
“Tapi sayang, kau wajar mengalami itu. Kau anakku, Bukan sesosok malaikat yang tidak pernah melakukan kesalahan..”, Ucap Mr. Sidqhi lembut. Fatin menunduk menyesali semua yang terjadi, harusnya dia tak mengecewakan ibunya itu meski dia tak selembut pria didepannya ini.
“Maaf..”, Hanya itu yang terucap dari mulut kecil Fatin.
“Kau tak ingin memelukku?”, Tanya Mr. Sidqhi sementara Fatin mengangguk pelan dan memeluk erat ayahnya itu.
“Oh iya, Lihat nama ini terus memanggilmu! Kasihan dia karena tak ada jawaban”, Ucap Mr. Sidqhi sambil memberikan handphone tadi pada Fatin. Fatin sedikit melirik kearah handphonenya, Mikha?
“Jangan memandang terus! Jawab!”, Ucap Mr. Sidqhi menghentikan kekakuan Fatin.
“Ng, iya ayah”, Fatin meraih handphone itu dengan sedikit ragu. Terlihat Mr. Sidqhi mulai melangkah menjauhi Fatin. Sementara Fatin berjalan kembali ke ranjangnya dan menjawab panggilan Mikha.
“Halo”,
“Fatin kemana saja kau? Mengapa kau tak menggangkat telfonku?”, Mikha ternyata sudah siap dengan semprotannya.
“Maaf, tapi aku kan sudah cerita tentang bundaku”, Protes Fatin.
“Yaya, bagaimana jika malam ini kita keluar? Hitung-hitung menghilangkan suntukmu”, Usul Mikha kemudian.
“Keluar?Kemana?”, Fatin sedikit menggerakkan kepalanya menyusuri pintu kamarnya merasa sepertinya ada yang sedang mencuri dengar. Tapi dia kembali lagi dengan telfonnya.
“Kita makan-makan! Sudah lama kita tak jalan bukan?”, Ucap Mikha lagi.
“Tapi aku tidak yakin akan diizinkan”, Ucap Fatin pelan.
“Aku akan kerumahmu!”, Ucap Mikha seenaknya yang membuat jantung Fatin serasa mau copot mendengarnya.
“Tapi Mikha,Halo!”, Tut..tut..tut. Mikha sudah memutuskan sambungan telfonnya.
“Astaga, anak ini cari masalah lagi”, Pekik Fatin kesal. Tak lama terdengar bunyi motor diluar rumah Fatin. Fatin berlari mengintip dari jendela kamarnya.
“Mikha? Sejak kapan dia di depan itu?God!”, Fatin berlari cepat menuruni anak tangga rumahnya dan segera menuju Mikha sebelum ada keluarganya yang melihat.
“Mikha, mengapa kau nekad sekali? Aku belum setuju dengan tindakan konyolmu ini!”, Ucap Fatin dengan sedikit mengatur nafasnya.
“Tapi sekarang kau setuju kan? Mana bundamu? Aku akan minta izin padanya!”, Ucap Mikha semakin nekad.
“Mikha! Please, jangan cari masalah lagi! Aku mohon kau pergi sekarang, kita bicara di sekolah besok!”, Pinta Fatin memelas.
“Aku bukan pengecut! Sudah, aku takkan takut!”, Mikha langsung berjalan menuju pintu rumah Fatin tanpa peduli dengan perasaan takut Fatin. Tapi tiba-tiba langkahnya terhenti melihat sosok pria berjalan menuju arahnya.
“Siapa itu?”, Bisik Mikha pada Fatin yang berada dibelakangnya. Terselip sedikit takut di Mikha, harusnya dia akan menghadapi wanita paruh baya, bukan lelaki besar seperti ini.
“Itu ayahku!”, Ucap Fatin yang juga berbisik. Terlihat mereka berdua asik dengan perasaan takutnya masing-masing.
“Kau mengajak Fatin pergi?”, Suara berat Mr. Sidqhi mengentikan semuanya.
“Ng,tidak ayah! Dia hanya bercanda!”, Jawab Fatin dahulu.
“Ayah tak bertanya padamu Fatin, tapi padanya!”, Ucap Mr. Sidqhi dingin yang membuat perasaan Mikha semakin tak karuan.
“Ng, ya om! Aku ingin mengajak Fatin”,
“Mikha..”, Ucap Fatin sangat kesal dengan jawaban itu. Dibalik ketakutannya Mikha masih menjunjung harga dirinya sebagai lelaki yang katanya tak pengecut.
“Sudah ku bilang, I am not sneak!”, Jawab Mikha tegas. Sesaat Mr. Sidqhi memperhatikan tingkah keduanya. Kemudian terselip sebuah senyuman kecil di sudut bibirnya.
“Lalu, mengapa kalian tak pergi juga?”, Sebuah penyataan yang mengejutkan dari Mr. Sidqhi.
“Ayah..”, Ucap Fatin bahagia. Dia sudah tahu kebiasaan ayahnya yang  takkan membuat orang yang disayangnya kecewa karenanya. Dan Mikha lah yang paling terkejut dengan ini.
“Sudah pergi sana! Aku akan bicara dengan bundamu. Oh ya, Kau sudah mandi?”, Ucapan Mr. Sidqhi kini lebih bersahabat dan bahkan menggoda gadisnya itu.
“Ayaah..”, Ucap Fatin manja.
“Haha, sudah!  Jangan manja terus, ayahmu ini bosan mendengar suara tipismu itu! Pergi sana, tapi jangan pulang terlalu malam!”, Nasehat Mr. Sidqhi kemudian. Fatin hanya mengangguk pelan dan segera naik di motor milik Mikha.  Mereka pun melaju pelan meninggalkan Mr. Sidqhi yang masih memandangi mereka.
“Hey Fatin, aku tak menyangka ayahmu lebih baik dari parasnya”, Ucap Mikha memulai pembicaraan di atas motornya itu.
“Bahkan lebih baik dari yang kau kira”, Jawab Fatin singkat.
“Kau bahagia?”, Tanya Mikha.
“Aku bahagia dengan semua yang kumiliki Mikha”, Jawab Fatin lagi.
“Apa  termasuk aku?”, Tanya Mikha lagi. Tapi kali ini tak dapat respon serius dari Fatin.
“Mikha! Kau ini selalu membuatku salah tingkah!Please, jangan begini terus! Aku lama-lama bisa jatuh cinta padamu! Haha..”,
“Haha, itu yang kuharapkan!”, Jawab Mikha tak kalah usil.
“Mikha!”,
“Haha! Hey, bukankah kita tak boleh membahas ini? Nanti bundamu mendengarnya!”, Ucap Mikha lagi.
“Haha, kau benar Mikha!”,
“Haha..”,
“Oh ya Fatin, sebenarnya aku mengajakmu karena Yudha ingin bicara denganmu”, Ucapan Mikha menghentikan tawa Fatin.
“Kau mengajakku karena Yudha?”, Tanya Fatin pelan. Dia tak percaya ini, tawanya kini harus terkikis karena masalah yang sama lagi.
“Maaf Fatin, aku tak mengatakan dari awal karena aku takut kau takkan ikut”, Ucap Mikha menyesal.
“Jadi kau fikir aku akan ikut sekarang?”, Tanya Fatin lagi. Mikha terdiam dan menghentikan laju motornya. Fatin langsung turun dan berjalan cepat meninggalkan Mikha.
“Fatin, kau mau kemana?”, Mikha mengejar Fatin dan menghentikannya.
“Antar aku pulang sekarang, atau aku akan jalan kaki sendiri!”, Ancam Fatin tanpa menatap Mikha.
“Ya sudah, pulang saja sendiri! Aku tak yakin kau berani!”, Ucap Mikha tak gentar dengan ucapan Fatin.
“Kau fikir aku takut?”,  Fatin kembali berjalan cepat meninggalkan Mikha yang pura-pura tak peduli dengannya.
5 menit berlalu, Mikha yang tadinya berharap Fatin akan kembali ketempatnya berdiri sekarang kini dia mulai khawatir dengan gadis kecil itu.
“Astaga! Dasar keras kepala!”, Pekik Mikha yang langsung menancap gas motornya dan mengejar Fatin.
“Dimana dia? Tidak mungkin sampai dirumah secepat itu!”, Fikir Mikha. Dia terus mencari sosok Fatin di jalanan sepi itu.
“Aku tak harusnya meninggalkannya!”, Kekhawatiran Mikha berhenti ketika sebuah mobil melintasi jalan tempat dia berada. Sepertinya dia kenal dengan dua sosok yang tengah berada didalam mobil itu. Benar saja, itu Fatin dan Yudha! Ternyata Yudha yang mengantarnya. Mikha menarik nafasnya panjang. Dia pun kembali melaju menuju rumahnya.
“Kau pulang dengan siapa?”, Pertanyaan Mr. Sidqhi menghentikan langkah Fatin ketika baru saja sampai dirumah.
“Mikha ayah.”, Jawab Fatin pelan.
“Hm, baiklah! Istirahat yang nyenyak, ayah pulang dulu! Besok ayah akan menjemputmu pulang sekolah. Selamat malam sayang!”, Sementara Fatin hanya mengangguk pelan. Terselip rasa bersalah karena telah menutupi semuanya dari orang yang selalu mengertinya.


      Pagi ini Ny. Sidqhi tak cerewet seperti biasanya. Dia hanya menggerakkan seluruh jari-jari bersihnya menyiapkan sarapan pagi itu. Fatin merasa ini ganjil,mungkinkah dia marah karena Fatin pergi dengan hanya meminta persetujuan ayahnya saja? Tapi biasanya Ny. Sidqhi akan mengomelinya sepanjang pagi jika dia memang marah pada Fatin. Lalu mengapa?
“Bunda, apa aku ada salah?”, Tanya Fatin ragu.
“Kau tak usah menyanyakan itu, tiap hari kau melakukan kesalahan bukan?”, Inilah alasan mengapa Fatin ragu, dia selalu mendapat jawaban seperti ini.

Fatin berjalan menyusuri koridor sekolah dengan lemas.
“Fatin!”, Seseorang memanggilnya. Tanpa melihat arah suara itu, Fatin berjalan cepat menghindari seseorang itu yang pasti mengejarnya. Tapi tunggu! Fatin berbalik dan tidak ada yang mengejarnya. Disana hanya ada beberapa siswa yang tengah berjalan menuju kelas masing-masing.
“Dimana Mikha?”, Ternyata Fatin mengetahui itu Mikha,orang yang kemarin meninggalkannya sendiri ditengah jalan itu.
“Astaga,mengapa aku malah mencarinya?”, Fatin menyadari tingkah bodohnya itu. Dia kembali berjalan menuju kelasnya.
“Duaarr!”, Tenyata Mikha sudah berada didepannya.
“Astaghfirullah!! Mikha!!”, Pekik Fatin keras.
“Haha, kau cari siapa? Apa itu aku?”, Tanya Mikha usil tanpa merasa bersalah sedikit pun.
“Untuk apa aku  mencarimu? Kau sangat menyebalkan! Kau membiarkanku pergi sendiri malam tadi? Pemuda macam apa kau?”, Ucap Fatin jengkel. Dia kembali melangkah meninggalkan Mikha.
“Hey hey, jaga ucapanmu! Aku tak membiarkanmu, tapi kau yang memutuskan pergi sendiri!”, Protes Mikha tak ingin disalahkan.
“Tapi harusnya kau menghentikanku!”, Ucap Fatin dengan percaya dirinya. Dia menghentikan langkahnya sejenak.
“Enak saja, kau fikir aku pacarmu?”, Ucap Mikha juga.
“Mikha! Kau menyebalkan!”, Ucap Fatin semakin kesal.
“Ya, itu memang aku!  Oh ya, kau pulang dengan Yudha bukan? Dimana kau bertemu dengannya?”, Tanya Mikha kemudian. Masih tanpa merasa bersalah.
“Apa urusanmu? Kau bukan pacarku kan?”, Ucapan Fatin mampu membuat Mikha mati kutu. Benar saja, senjata makan tuan ini namanya. Haha!
“Ya sudah kalau begitu,aku tak butuh jawabanmu! Kau bukan..”, Ucapan Mikha terhenti ketika handphonenya berbunyi.
“Ada apa Yud?”, Ternyata itu panggilan dari Yudha. Sementara Fatin menghentikan langkahnya mendengar nama itu disebut.
“Hm, baiklah! Kebetulan dia sedang disini. Fatin, Yudha ingin bicara denganmu!”, Ucap Mikha sambil menyodorkan handphonenya pada Fatin.
“Jawab dia kali ini saja! Ini penting..”, Kali ini Mikha mulai serius. Terlihat dari wajahnya yang tanpa ekspresi. Fatin menerima handphone itu dengan sedikit ragu.
“Halo..”, Ucap Fatin pelan. Sementara Mikha berjalan pelan meninggalkan Fatin yang mulai berbicara serius dengan Yudha. Tapi siapa sangka ternyata Mikha merasa ada yang aneh dengan tubuhnya, rasanya seluruh energi ditubuhnya terserap begitu saja secepat itu! Ketika sudah sampai kelas dia langsung duduk untuk menetralkan keanehan di tubuhnya itu. Beberapa kali melirik pintu kelas, berharap Fatin menyelesaikan pembicaraannya dengan Yudha dan terlihat masuk melalui pintu itu. Kemudian Mikha akan mengganggunya lagi, membuatnya tertawa, kesal, marah, manja..
“Mikha, are you okay?”, Tiba-tiba Seza muncul didepan Mikha.
“Jangan kesini Seza! Aku sedang sakit cacar, nanti kau ketularan!”, Mendengar ucapan itu langsung saja Seza pergi meninggalkan Mikha yang sebenarnya hanya berbohong untuk mengusir Seza yang datang selalu disaat yang tidak tepat, terumata saat ini!
“Ini, terimakasih!”, Terlihat Fatin menyodorkan handphone tadi pada Mikha.
“Sama-sama!”, Jawab Mikha singkat. Fatin langsung menuju kursinya sementara Mikha mulai memasang earphone ditelinganya.
“Kau tak ingin tahu apa yang dikatakan Yudha padaku?”, Tanya Fatin kemudian.
“Itu urusan kalian, aku tidak berhak tahu!”, Jawab Mikha singkat dan terkesan dingin. Fatin hanya menarik nafasnya pelan.
Tak ada percakapan lagi diantara keduanya, mereka sibuk dengan fikiran masing-masing.
“Singkirkan semua tas dan catatan, kita ujian sekarang!”, Perintah Bu Sita yang baru masuk ke kelas sontak saja membuat seluruh kelas gaduh karena belum siap dengan ujian tiba-tiba itu.
“Astaga, aku belum belajar! Bagaimana ini?”,
“Bu Sita terlalu perfeksionis untuk hal ini, kita tida bisa merayunya!”,
“Mengapa tidak ada pemberitahuan dulu?”, Sekilas begitulah keluhan siswa-siswi itu.
Setelah semua buku telah terkumpul di depan kelas, Bu Sita mulai membagikan lembaran terkutuk itu hingga ujian pun mulai dengan tegang dan sepertinya para siswa itu mulai berkeringat dingin mengerjakan soal-soal yang tentunya tak mudah. Sepertinya Fatin juga tak berkonsentrasi dengan lembaran itu,bukan karena tidak tahu tapi dia malah sibuk memperhatikan Mikha didepannya yang terlihat berbeda dari biasanya. Mikha biasanya selalu kasak kusuk meminta jawaban dari Fatin setiap ujian seperti ini, kali ini dia hanya diam. Entah karena dia tahu bahwa hari itu memang ujian akan diadakan atau dia sudah punya jawaban sendiri atau..
“Fatin! Apa yang kau fikirkan? Kau sudah selesai?”, Teriakan Bu Sita menghentikan lamunan Fatin. Langsung saja Fatin menggeleng cepat dan kembali mengerjakan soal-soal itu.

      Fatin keluar kelas dengan lemas. Dia melirik sekitar koriodor kelasnya, dia kemudian tersenyum mendapati sosok yang dicarinya ternyata tengah duduk di bawah pohon sendiri.
“Hai Mik!”, Sapanya lalu ikut duduk disamping Mikha yang hanya tersenyum tipis dan menggeser sedikit duduknya supaya Fatin mendapat tempat yang terhindar dari panasnya matahari saat itu, tepatnya disebelah Mikha.
“Apa aku harus minta maaf?”, Tanya Fatin kemudian. Mikha mengalihkan pandangannya pada Fatin seraya menggerutkan keningnya.
“Untuk apa?”, Tanya Mikha kembali.
“Untuk apapun yang membuat kau terlihat dingin hari ini padaku!”, Jawab Fatin.
“Jangan bercanda! Aku masih seperti biasanya!”, Jawab Mikha sambil menenggelamkan kepalanya di batang pohon sambil menutup mata.
“Lalu sejak kapan kau tidak bercanda?”, Kali ini Fatin yang terlihat dingin sambil terus menatap Mikha yang menutup matanya itu.
“Entahlah! Aku juga tidak tahu!”, Lagi-lagi Mikha hanya menjawab sesukanya.
“Hai Mikhaaaa!”, Fatin langsung membolakan matanya melihat Seza datang dan langsung duduk di tengah-tengahnya dan Mikha, tepatnya segaja menggeser Fatin.
“Seza?”, Pekik Mikha tak kalah kaget.
“Iya sayang, tadi kau bilang kau sedang sakit cacar. Mana? Biar aku lihat..”, Ucap Seza perhatian sambil meraba-raba wajah Mikha. Sementara pemilik wajah itu terus menghindari perhatian yang tidak dibutuhkannya itu.
“Seza! Mengapa kau selalu mengganggu kami?”, Ucap Fatin kasar. Mungkin dialah yang paling muak dengan segala tingkah Seza.
‘Kalian? Aku tak menganggumu! Aku hanya peduli pada Mikha, lagi pula kau bukan pacarnya Mikha kan?mengapa kau protes? Iya kan Mikha?”, Entah setan apa yang merasuki Mikha sehingga mengiyakan ucapan Seza. Fatin merasa sakit hati disini.
“This have too!Hate you!Very hate!”, Ucap Fatin kasar. Dia berlari kencang meninggalkan kedua makhluk yang membuatnya menangis itu menuju kelas dan menenggelamkan kepalanya dimeja sambil terus mengeluarkan cairan bening itu.
“Maafkan aku Fatin!”, Fatin menghentikan isakannya ketika mendengar suara itu. Dia mengangkat kepalanya pelan dan terlihat Mikha dan Seza tengah berdiri disana, benar saja itu permintaan maaf dari Seza. Mungkinkah ini kenyataan? Seza meminta maaf padanya?
“Maafkan aku..”, Ucap Seza lagi sambil mengulurkan tangannya tapi tak terlihat ketulusan disana. Sepertinya dia disuruh seseorang yang siapa lagi jika bukan Mikha. Tapi Fatin menyambut uluran tangan tak ikhlas itu. Setelah menyalami Fatin, Seza langsung keluar kelas dengan sangat kesalnya.
“Dia sudah minta maaf, lalu mengapa kau menangis? Benar kata ayahmu,kau memang sangat manja Fatin!”, Ucap Mikha menggoda,nadanya sudah tak sedingin tadi. Mungkin Mikha sudah kembali seperti Mikha yang Fatin kenal. Rasanya sehari tanpa sifat menyebalkannya itu justru lebih sangat menyebalkan.
“Mikha.. Kau membuatku menangis hari ini!”, Ucap Fatin sedikit manja.
“Cup..cup..maafkan aku kecil! Tadi aku salah! Sini aku hapus airmatamu”, Ucap Mikha seperti sedang menghibur anak-anak Tk yang tengah menangis.
“Tidak perlu, tanganmu kotor! Nanti wajahku ikutan kotor juga”, Protes Fatin sok jual mahal.
“Dasar kau ini!”, Sesaat keduanya saling menatap dan..
“Haha..”, Keduanya terlarut dalam tawa bahagia. Memang keduanya sudah bersahabat sejak kelas 2 SMP sampai mereka memutuskan untuk melanjutkan sekolah di SMA yang sama juga. Keyakinan yang berbeda tak menjadi alasan untuk berhenti berbagi. Hingga saat ini mereka masih seperti ini, saling memberi tawa,tangis, tanpa membayangkan apa yang akan terjadi di masa depan mereka nanti. Mereka hanya berharap mereka akan terus saling melengkapi hingga waktulah yang akan memisahkan mereka.


      Suasana bandara Soekarno Hatta pagi itu sangat ramai dengan orang-orang yang sibuk mempersiapkan keberangkatan mereka. Tak terkecuali dengan Mikha yang melanjutkan sekolahnya di Oxford Belanda. Seluruh keluarga dan sahabat ikut serta mengantarnya.
“Ma..Pa, aku berangkat dulu”, Pamit Mikha pada kedua orangtuanya. Suasana haru biru terjadi disana. Mikha memandang satu- persatu orang-orang yang mengantarnya, sudut bibirnya mengembang ketika melihat satu titik dimana seorang gadis kecil berjilbab sedang berusaha menghapus airmata dipipinya.
“Mengapa kau menangis?”, Tanya Mikha menghampiri Fatin.
“Aku tak menangis bodoh!”, Jawab Fatin sambil terus menghapus airmatanya tanpa menatap wajah Mikha.
“Hari terakhir ini pun kau masih jual mahal padaku? Come on Fatin!”, Ucap Mikha seperti memelas.
“Kalau begitu, aku akan memelukmu! Tapi jangan tertawakan aku!”, Ucap Fatin lagi.
 “Baiklah! Aku takkan tertawa, mungkin aku hanya akan menutup hidungku, aku tahu kau belum mandi bukan?”, Ucap Mikha mulai menggoda.
‘Mikha!”, Pekik Fatin kesal.
“Haha..”, Mikha menarik tubuh kecil Fatin dan langsung memeluknya. Fatin juga membalas pelukan yang baru pertama kali dalam persahabatan mereka itu.
“Berjanjilah kau akan segera pulang! Aku pasti sangat merindukanmu”, Ucap Fatin.
“Tapi aku takkan merindukanmu!”, Goda Mikha lagi.
“Mikha!!”, Fatin langsung melepaskan pelukan itu dan mencubiti bahu pemuda itu.
“Haha, berjanjilah juga untuk kembali pada Yudha! Jangan buat dia merindukanmu terus”, Pinta Mikha. Fatin terdiam meresapi kata-kata Mikha itu.Tanpa terasa sebuah suara pemberitahuan bahwa pesawat yang ditumpangi Mikha akan segera berangkat.
“Aku pergi kecil..”, Mikha berjalan pelan menuju pintu menuju pesawatnya untuk memulai merangkai mimpi-mimpi besarnya. Hanya senyum kecil yang terlihat dari wajah coolnya. Pelan tapi pasti, dia adalah bagian hidupku sampai kapanpun.
“Aku janji Mik, aku akan mencoba kembali pada Yudha! Aku janji..”,

Ada banyak cara Tuhan menghadirkan cinta..
Mungkin engkau adalah salah satunya..
Namun engkau datang disaat yang tidak tepat..
Cintaku tlah dimiliki..
Inilah akhirnya harus ku akhiri..
Sebelum cintamu semakin dalam..
Maafkan diriku memilih setia..
Walaupun kutahu cintamu lebih besar darinya..
Seribu kali logikaku untuk menolak, tapi kutak bisa bohongi hati kecilku..
Bila saja diriku ini masih sendiri..
Pastikan ku memilih dan memilihmu..
Inilah akhirnya harus ku akhiri..
Sebelum cintamu semakin dalam..
Maafkan diriku memilih setia..
Walaupun kutahu cintamu lebih besar darinya..
Walaupun kutahu cintamu lebih besar darinya.

-The End-
                                                                       
                                                                               
                                                                                 _ Rahmaa
                                                                                “Love Dreams”
                                                                                 

Cerita SMA jilid 1

Dulu aku pernah punya teman  cowok yang awalnya menjengkelkan, sifatnya yang suka menasehati, gak boleh ini gak boleh itu, tapi entah mengapa hanya dia satu-satunya orang yang membuatku betah bersamanya meski dengan sifatnya yang sering kujumpai dicowok kalem lainnya itu. Dia menasehatiku dalam berbagai hal. Pertama, kita lagi smsan dan aku menyebut dia dengan kata “kau” langsung saja di protes dan bilang “ Rahma, jangan biasakan bilang “kau” gak sopan! Lebih bagus bilang “kamu””, seperti itu! Dan setiap bicara dengannya aku harus hati-hati jika menyebutkan kata-kata itu jika tidak siap-siap untuk mendengar ceramah selanjutnya. Kedua, dulu kami sering smsan (Kalau ditanya bahas apa, aku pun tak tak ingat sama sekali apa yang membuat sms kami terus berlanjut) nah pas jam 10 malam, dia langsung bilang gini “Rahma, perempuan tidak boleh tidur terlalu malam. tidak baik” langsung aja aku mengiyakan padahal aku masih mau smsan sama teman-teman lainnya dan aku belum tidur. Haha, ada hal yang selalu ku ingat saat kami jalan kaki dengan hujan yang tidak begitu deras yang membuat kami kehujanan, seperti di sinetron-sinetron hahaha! Terlebih saat dia menyampaikan sesuatu padaku. Berawal dari dia yang bilang gini “ Rahma, salah gak kalau aku suka sama orang yang sahabatku juga suka?”, langsung saja aku jawab gini”hm, sebenarnya sih gak salah itu kan hakmu suka sama siapa saja, lagipula pasti sahabatmu itu juga ngerti kok”, dia hanya mengangguk pelan. Seminggu, dua minggu, entahlah aku lupa jarak waktu itu! Tiba-tiba dia sama satu temannya mereka seperti merencanakan sesuatu, aku sudah merasa aneh saat mereka berbisik-bisik dan sebentar dia berjalan disampingku, sebentar sama temannya itu lagi. Selama perjalanan itu saja yang terjadi dan itu sangat menyebalkan!hanya satu kalimat yang keluar dari mulutnya “hm, bagaimana dengan cewek yang kusuka itu?” astaga! Mengapa dia mananyakan ini padaku? Yaila, mana aku tau! Dan terakhir diapun bicara gini “ Rahma, aku boleh ngungkapkan sesuatu tidak?”, tak perlu dilanjutkan aku sudah tahu apa maksud dari kata-kata ini, “ apa?”, jawabku yang juga ikut gugup. “sebenarnya, aku itu.. aku itu”, aku berharap ini tak seperti yang kufikiran. “ sebenarnya yang aku suka itu kamu”, ucapnya pelan. “hah?”, jawabku ikut aneh. “iya, aku suka samamu! Aku sayang samamu! Aku sayang samamu Rahma!”, aku berharap tuhan langsung membuat aku pingsan saat itu juga, aku benar-benar malu saat volume suaranya semakin besar dan disitu banyak orang. “iya iya, ku dengar!”, jawabku menghentikan sedikit semangatnya itu.
“trus gimana?”, inilah pertanyaan yang paling rumit setelah pertanyaan kubur, hahaha! “hm, sebenarnya..sebenarnya”, bukan mau niat balas sok gugup sih, tapi kenyataannya beneran gugup. Asli! “sebenarnya apa?” tanyanya lebih lanjut. “sebenarnya.. yaudahlah besok aja ku bilang!”,jawabku menetralkan suasana.  Hari  itu aku benar-benar dilema banget banget banget, soalnya disatu sisi juga ada yang menembakku, dan aku harus memilih? No!  Aku tidak suka pilihan! Tapi aku benar-benar harus memilih dan pilihanku...
“Sorry ya..”, Ucapku.
“iyah, gak apa-apa kok!’, jawabnya langsung,
“beneran gak apa-apa?”, tanyaku kemudian.
“iyah, gak apa-apa, duluan ya! Jaga dirimu ya Rahma”, dia berlari meninggalkanku sendiri.(kayak disinetron banget gak sih? Hahaha)
Tapi ada satu hal yang harusnya dia tanyakan lebih lanjut, aku hanya bilang “sorry ya”, aku kan belum bilang apa aku juga suka dia atau tidak. Nah, buat kamu berbanggalah karena daftar cewek yang menolakmu berkurang satu. Hahahaha! The end~

Hai!

Foto saya
Gunungsitoli, Sumatera Utara, Indonesia
Anak ke 5 dari 5 orang bersaudara. Dan aku wanita baik-baik!

@Rahmaa_Bee